YUK NIKAH MUDA , APA SIH KEUTAMAANNYA?

Menikah adalah proses kompleks yang sangat melibatkan fisik, pikiran, mental, dan keberanian dalam menempuh kehidupan yang berbeda.
Saat itu seseorang memulai memvariasikan hidupnya dengan mencoba menjadi bagian dari hidup orang lain, dan menjalin hubungan yang berasaskan saling melengkapi untuk mencapai satu kebahagiaan yang ditempuh bersama-sama.
Di sebagian kebudayaan, menikah dan kawin di usia muda adalah hal yang tabu dan asing, apalagi di zaman sekarang.
Orang-orang zaman sekarang lebih mementingkan karir yang belum tentu membahagiakannya dan membuat hidupnya lebih tenang.
Mereka berusaha mencari sebanyak-banyaknya kenikmatan dunia namun tanpa seseorang yang bisa diajak berbagi suka dan duka di sisinya.
Sebagian yang lain, mencoba untuk menyempurnakan kekayaannya dan berharap dengan banyaknya kekayaan ia akan lebih mudah menjalani ruma tangga.
Tidak adala salah seseorang menjalani karir kerjanya untuk berusaha mendapatkan harta, namun akan sampai sekaya apakah kita baru akan merasa siap untuk menikah?
Di sisi lain ada golongan masyarakat yang menunda pernikahan dengan alasan untuk mendewasakan diri terlebih dahulu.
Mereka beralasan ingin mempelajari dulu bagaimana sifat dan karakter dari lawan jenis agar mereka merasa lebih mampu dan mapan dalam menjalani kehidupan berumah tangga.
Untuk mereka, kembali kita ajukan pertanyaan di atas, sampai ingin sedewasa apakah dirimu, baru kau berani untuk menikah?
Ada lagi kenyataan bahwa sebagian paramedis berpendapat bahwa menikah di usia muda itu akan membahayakan sistem reproduksi wanita, dikarenakan sistem reproduksinya belum matang.
Kami katakan, “Pernyataan mereka itu hanya mengada-ngada..!”1 Menstruasinya seorang gadis merupakan pertanda bahwa rahimnya telah siap menerima benih.
Mereka berkata bahwa usia ideal menikah adalah 25, 26, atau 27, dengan alasan, rahimnya telah lebih siap menerima janin, dan ia juga akan terhindar dari kanker rahim atau kanker serviks.
Sunggu merupakan alasan yang dibuat-buat.
Kami takut bahwa pernyataan yang mereka (ilmuan barat) keluarkan itu, hanya karena benci dengan banyaknya jumlah kaum muslimin seandainya umat Islam menikah di usia muda.
Maka, ketika Anda bertemu dengan seorang dokter yang pernyataannya sama dengan ilmuan-ilmuan barat tersebut, abaikan saja ucapannya.
Baiklah, sekarang kita akan membahas beberapa manfaat sosial dan medis yang akan didapat oleh seseorang jika ia memilih untuk menikah di usia muda. Berikut ulasannya:

1. Romantis

Menikah adalah bukti cinta sejati. Ia adalah lambang dari romantisme yang hakiki.
Perlu diketahui muda-mudi yang suka tebar pesona sok romantis, supaya tidak ada lagi yang tertipu sama gombalan dan modus.
Jangan percaya kalau ada orang yang bilang cinta, kalau gak ada progres dari ucapannya. Buktikan, setidaknya dengan melamar.
Jangan tergoda dengan puisi dan bunga, sebenarnya dia gak benar-benar punya rasa. Buktinya, dia gak pernah berikrar dan membawa mahar.
Rasulullah -alaihis shalatu was salam- bersabda:
لَمْ نَرَ – يُرَ- لِلْمُتَحَابِّينَ مِثْلُ النِّكَاحِ
Hadits riwayat: Ibnu Majah, Ibnu Abi Syaybah, Baihaqi dan dishahihkah oleh Albani.

2. Membangun Keseimbangan Awal

Usia muda adalah masa ketika gejolak jiwa mulai bertumbuh, dan merupakan masa dimana Anda butuh seseorang untuk menopang diri dan hidup agar masa depan kita lebih teratur, terarah, dan seimbang.
Adalah sangat bermanfaat ketika masa muda disibukkan dalam karir, lelah menghadapi kesulitan dan tantangan, namun selalu ada seseorang yang mendampingi Anda menghadapi itu semua.
Ia akan menjadi tempat mengungkapkan setiap keluh kesah yang Anda alami dalam hidup. Ia juga merupakan penerang ketika Anda mendapati jalan yang gelap lagi buntu.

3. Saat Terbaik Untuk Saling Menyesuaikan

Jika kita perhatikan, akhir-akhir ini di daerah perkotaan sangat marak perceraian. Sebenarnya apakah yang menyebabkan hal ini bisa terjadi?
Kebanyakan orang di daerah perkotaan, mereka sengaja menunda menikah dengan alasan karir dan kedewasaan, padahal ini merupakan hal yang salah.
Cobalah renungkan, jika dua orang individu yang telah kuat dalam suatu prinsip, kemudian disatukan dalam satu rumah tangga. Lantas ternyata setelah menikah ditemukan ketidak cocokan pada prinsip masing-masing, bukankah hal ini akan lebih mudah menghancurkan sebuah pernikahan?
Menikah di usia muda itu bagai membentuk sebuah adonan kue, Anda akan belajar bagaimana caranya untuk lebih saling pengertian.
Menyesuaikan karakter akan lebih mudah dilakukan saat usia masih muda, karena suami-istri masih lebih terbuka untuk belajar.

4. Mencari Pasangan Sempurna

Tidak sulit mencari pasangan yang sempurna. Yang membuat rumit adalah diri kita sendiri beserta kriterianua yang bejibun.
Ketahuilah, ketika kesempurnaan adalah syarat sesorang boleh menikah dengan kita, maka kita telah menjadi orang yang egois. Karena kita hanya menuntut orang lain, sedangkan kita sendiri tidak sempurna.
Dalam perjalanannya, rumah tangga tidak akan selalu indah seperti saat baru menikah. Sifat pasangan pun akan berubah.
Yang awalnya sempurna bagi kita, bisa jadi berubah. Bahkan, seolah dia adalah manusia yang paling menjengkelkan di dunia.
Yang awalnya biasa-biasa saja, tidak menutup kemungkinan akan jadi lebih baik, membangun chemistry (baca: kemistri) terpendam sehingga kita merasa “dialah jawaban atas doaku”.
Selama mengarungi bahtera rumah tangga, masing-masing pasangan akan belajar tentang karakter bagaimana yang disukai dan dibenci oleh pasangannya.
Hakikatnya, kesempurnaan hanyalah milik Allah . Karenanya, kalau mau pasangan sempurna harus dibangun di atas standar Rabbul Alamin yakni akidah dan agama.
Saya hanya ingin menekankan, jangan karena poin ini berbicara tentang kesempurnaan, lantas kita lupa. Jangan sampai “gak sempurna gak apa” termasuk agama.
Pasangan Suami Istri

5. Berjuang Untuk Menjaga Kesucian

Memang, di zaman ini seks bebas bukanlah merupkan hal yang asing dan aneh. Dimana-mana ada seks bebas. Namun, apakah kita harus mengikuti perkembangan zaman yang seperti ini?
Sungguh, Allah telah memberikan sebuah solusi yang indah bagi dua orang individu yang ingin saling memenuhi kebutuhan seksualnya, yakni pernikahan.
Dengan menjalani pernikahan, kita akan lebih mudah untuk mengatur emosi seksual, dan lebih menjaga diri dari maksiat kepada Allah. Sebagaimana sabda Rasulullah shallalahu `alahi wassalam:
Wahai para pemuda! Siapa saja di antara kalian berkemampuan untuk nikah, maka menikahlah, karena pernikahan itu lebih mudah menundukkan pandangan dan lebih menjaga farji (kemaluan). Siapa saja yang belum mampu, hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu dapat membentengi dirinya. (al-Bukhari)
Melalui pernikahan, potensi untuk melakukan maksiat akan berkurang. Jangankan zina, melamun saja sudah menjauhkan kita dari mengingat Allah, terlebih ngelamunin lawan jenis.
Dengan menikah, nilai ketakwaan kita di hadapan Allah juga bertambah. Secara tidak langsung, pernikahan menjaga diri kita sekaligus agama Islam.
Sebagaimana sabda Rasulullah :
Siapa saja menikah, maka ia telah melengkapi separuh dari agamanya. Hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi. (Thabarani dan Hakim)

6. Kesiapan

Demi Allah! Orang yang menunggu untuk menjadi seseorang yang benar-benar sempurna baik di bidang agama, sosial, atau materi sama saja tidak mau menikah.
Merupakan hal yang sangat terpuji jika seseorang berusaha semaksimal mungkin memantaskan dirinya agar kelak dapat menjadi orang yang ideal bagi pasangan hidupnya.
Sangatlah mulia seorang hamba yang belajar al-Quran, belajar Hadist, bahasa arab, mencari kekayaan, dan kedewasaan sebelum ia menikah.
Namun sangat disayangkan, jika kemapanan harta dan jenjang pendidikan dijadikan alasan untuk menunda pernikahan. Apalagi dianggap sebagai satu-satunya kunci sukses berumahtangga.
Sahabatku yang dicintai Allah, hidup itu keseluruhannya adalah proses, proses mendewasakan dan proses yang menjadikan seseorang lebih pantas.
Adalah suatu pilihan yang tepat jika seseorang memilih menikan walaupun ia masih faqir baik dalam ilmu maupun amal. Pernikahan akan membuat amal dan ilmu lebih sempurna.
Di lain sisi, ia juga akan membuatmu lebih kaya dan berkecukupan, sebagaimana firman Allah azza wa jalla:
Nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang patut (nikah) dari hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin,  Allah akan cukupkan mereka dengan karunia-Nya. Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (an-Nur : 32)

7. Membahagiakan

Pastinya semua manusia ingin bahagia. Walaupun bahagia itu sendiri berbeda-beda menurut persepsi orang.
Bagi sebagian, bahagia itu sederhana, asal bisa beribadah walaupun miskin. Menurut yang lain, bahagia adalah kepuasan meraih sukses (pendidikan tinggi, karir menanjak, nama baik, penghargaan dll).
Terserah yang mana, apapun itu. Kalau Anda kelompok pertama, menikahlah. Karena pernikahan adalah ibadah dan menyejukkan.
Jika Anda golongan kedua, menikahlah. Karena dengan menikah, Anda akan merasakan kesuksesan meskipun belum meraih cita-cita yang Anda targetkan. Menikah juga dapat membimbing agar lebih cepat sampai tujuan.
Allah –subhanahu wa ta’ala– berfirman:
Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri,2 supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Ia menjadikan rasa kasih dan sayang di antara kalian. Sungguh pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (ar-Rum : 21)
Menikah itu menenteramkan. Mau Ibadah, enak dan nyaman. Yang tadinya tidak berpahala bahkan mengundang dosa, jadi membuahkan rahmat dari Allah.
Menikah itu pintu gerbang kesuksesan. Berangkat kerja, ada yang dituju, untuk orang tercinta. Pulang kerja, ada yang menunggu, anak dan istri. Kerja lebih fokus dan bersemangat.

8. Gerbang Memiliki Keturunan

Sering kali, kita dibuat tertawa lucu dan gemas ketika melihat anak-anak dan balita. Kita juga kerapa merasa bangga ketika menonton anak-anak berprestasi. Sayangnya, mereka bukan anak-anak kita.
Allah  juga mengajarkan pada kita di dalam al-Quran agar senantiasa berdoa memohon istri dan keturunan shalih yang menyejukkan hati:
Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri dan keturunan (anak-cucu) yang  dapat menyenangkan hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. (al-Furqan: 74)
Ayat di atas mengisyaratkan pada kita, “kalau mau mendapatkan kesenangan, carilah dari anak-anak kalian, mereka adalah tempat yang tepat”.
Jadikanlah keluarga dan anak adalah tempat kebahgiaan kita. Dalam tafsir as-Sam’ani,  al-Qurazi berkata:
“Tidak ada yang dapat menyejukkan mata seorang mukmin selain melihat istri dan keturunannya yang bertakwa.”
Kali ini, kita tidak akan membahas bagaimana cara membentuk anak yang dapat membuat kita menangis karena bahagia. Tapi, saya hanya ingin mengajak bepikir, “bagaimana bisa punya anak, nikah saja belum.”3

9. Ibadah Jadi Santai

Ceritanya ada 3 pemuda yang bertanya pada istri Nabi, bagaimana ibadah Rasul. Setelah diberitahu, mereka merasa beribadah mereka sangat kurang dan ingin beribadah semaksimal mungkin.
Salah satu diantara mereka akhirnya memutuskan untuk tekun ibadah dan menjauhi pernikahan. Setelah mengetahui kabar tiga sahabanya ini, Nabi Muhammad melarangnya dan mengatakan bahwa beliau beribadah, juga menikah.  (al-Bukhari: 5063, Muslim: 1401)
Hadits ini menunjukkan bahwa, lebih baik kurang ibadah tapi menikah, daripada bertahan bujang meskipun tekun ibadah.
Lagi pula, siapa kita? Apa bisa ibadah 24 jam penuh tanpa tidur dan makan karena puasa dan tahajjud sekalian?
Makanya, kalau gak bisa ibadah 24×7 hari lebih baik menikah aja. Tidak mengekang diri, ibadah lebih longgar karena nilainya lebih baik dari ibadah seharian penuh.

10. Stamina dan Vitalitas yang Prima

Ketika Anda menikah di usia muda, maka kebugaran tubuh Anda sedang mencapai puncaknya.
Bagi seorang wanita telah diketahui bawa menikah di atas usia 30 tahun akan menyebabkan kurangnya kesempatan bagi mereka untuk dapat hamil dan memperoleh keturunan.
Selain itu, tubuh masih bisa diajak kompromi untuk bekerja keras dalam mencari nafkah dan mendidik anak.
Bayangkan, seorang lelaki menikah di berusia 35 tahun. Saat anaknya baru masuk SMP, umur sang bapak sudah hampir setengah abad, akan sangat sulit baginya dapat bekerja keras lagi demi memenuhi kebutuhan anak dan rumah tangganya.
Kebalikannya, seseorang menikah di usia muda, misalkan 20 tahun. Esimasinya, ketika berumur 21 atau 22 tahun, ia sudah memiliki keturunan. Ketika anaknya memasuki jenjang kuliah dan hampir tamat, ia baru berusia 40 tahun.
Di usia 50 tahun, sudah bisa menimang cucu dan tidak perlu memeras otak terlalu keras hanya untuk membiayai sekolah anak.

0 comments:

Post a Comment

Blog Archive

Powered by Blogger.

Visitor

Flag Counter